Bangsa ini memang hebat! Segalanya bisa diperjualbelikan,mulai dari aset-aset Negara ,sektor pendidikan,bahkan kini praktek “jual-beli” berkembang dan menjangkiti lembaga peradilan, tampaknya penegakan supremasi hukum dimana kerangka hukum yang adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu masih saja menjadi hal yang langka.Sebuah ironi dan anomali ketika menyimak kiprah Lembaga peradilan di tanah air tercinta kita ini. Mengapa demikian? Alasan sahihnya adalah telah ambruknya moral para pejabat-pejabat lembaga peradilan tersebut sehingga praktek kucing-kucingan pejabat lembaga peradilan memperdagangkan hukum masih saja terjadi dan tak ayal lembaga peradilan itu dijadikan sarang para mafia-mafia peradilan.
Di ranah hukum Negara ini terjadi ketimpangan yang sangat tajam terhadap prosedur-prosedur penegakan hukum, bagi orang-orang yang memiliki tingkat kemapanan ekonomi dan kedudukan politik yang tinggi cenderung di manja oleh apparatus hukum dan bahkan mereka kebal hukum, vonis-vonis yang dijatuhkan kepadanya sangat lembek dan terkadang tidak sepadan dengan tindak pidana yang mereka lakukan. Bandingkan dengan mereka yang melarat, ketika tersangkut sebuah kasus tak tanggung-tanggung hukuman paling berat bisa dijatuhkan kepada mereka. Seorang maling ayam saja bisa dijebloskan selama bertahun-tahun dipenjara, tetapi para koruptor maupun penguasa kotor kasusnya bisa saja ditutup atau dihentikan dengan dalih tidak cukup bukti dan lain sebagainya,seperti kasus BLBI yang melibatkan cukong culas syamsul nursalim,dkk.
Kultur hukum yang benar-benar hancur seperti tadi nampaknya sudah mendarah daging dari waktu ke waktu. Terbesit sebuah pertanyaan,apa yang sebenarnya menjadi permasalahan utama lembaga peradilan yang masih saja akrab dengan kultur hukum yang kotor? bisa dikatakan ambruknya kinerja apparatus hukum ini lebih dipengaruhi lemahnya moral dan buruknya sistem hukum itu sendiri. Kultur hukum yang tercipta adalah hasil didikan sistem hukum yang dibangun atas hubungan kongkalikong dengan pihak penguasa. Sehingga yang ada Sistem hukum menjadi tidak aspiratif. Kemudian yang menjadi konsekuensinya adalah segala keputusan hukum selalu berpihak. Tentunya berpihak kepada yang berduit. Permasalahan yang terjadi dalam tubuh lembaga peradilan tidak hanya persoalan moral. Melainkan adanya persoalan mengenai ketidaktegasan sanksi terhadap mafia maupun makelar peradilan. Jika ditelisik dengan seksama, para oknum-oknum mafia peradilan yang sudah terbukti bersalah hanya dijatuhi sanksi yang ringan, malahan baru-baru ini salah satu jaksa agung muda yang terlibat dalam kasus suap Artalyta sama sekali tidak diberikan sanksi yang tegas, hanya sebuah pencopotan yang pada akhirnya akan menjadi pengalihan jabatan dari jaksa agung muda menjadi staf ahli seperti yang terjadi pada kasus-kasus lainnya. Tidak adanya efek jera dalam pemberian sanksi justru akan menjadikan para mafia peradilan masih saja akan beranak-pinak dalam tubuh lembaga peradilan.
0 comment:
Posting Komentar