01/02/09

Kesalahan Strategi Kebijakan Penurunan Harga BBM

Pemerintah sekali lagi melakukan blunder dalam merumuskan sebuah kebijakan. Hal yang memang sangat akrab dengan tingkah penguasa Negara ini. Dari klaim kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu sebagai sebuah penyelamatan anggaran defisit dan penjaga iklim investasi, terdengar sangat apologi dan memanjakan investor tapi menyengsarakan rakyat. Pemerintah tidak memikirkan alternative lain dan mengklaim kenaikan harga sebagai satu-satunya solusi untuk permasalahan tersebut. Padahal kita bisa mengcounternya lewat pajak progresif atau dengan analisis opportunity cost yang dipaparkan Kwik Kian Gie. Atau lewat policy tariff rating for vehicles untuk menyesuaikan tarif dengan kategori kendaraan yang dipakai (kategori-kategori mewah ,dll) yang dimana angkutan transportasi umum mendapat pengecualian. Pemerintah selalu melupakan efek domino dari kebijakan yang diambil,hal ini selalu luput dari perhitungan mereka. Jadinya kenaikan harga BBM kemarin membuat harga barang lainnya menjadi ikut naik sebab BBM memang merupakan salah satu komponen utama dalam produksi, harga umum terbentuk yang dimana tekanan inflasi tak mampu di atasi oleh pemerintah sendiri lewat kebijakan “norak” bukan saatnya subsidi barang,tapi subsidi orang.




Hal tersebut kemudian kembali lagi-lagi terulang,lewat strategi perumusan kebijakan yang sangat ragu-ragu. Konteks yang ada bukan lagi harga minyak dunia yang melangit tetapi tren turun yang mencapai dibawah $ 50 per barel yang disikapi dingin oleh pemerintah. Terlalu banyak tarik-ulur dan ketakutan terhadap pasar.




Pemerintah tidak menyadari realitas yang ada,kenaikan harga BBM telah menimbulkan kenaikan harga umum yang menyeluruh. Cerminan tersebut diperlihatkan lewat kebijakan penurunan harga BBM yang dilakukan berkali-kali (dicicil : cepe’). Yang tentunya mengabaikan aspek psikologis pedagang, mana mau pedagang merespon penurunan harga BBM sebesar Rp 500 dengan menurunkan harga barangnya Rp 50 – Rp 300. Jelas hal ini tak masuk dalam Logika pedagang.




Namun jika saja pemerintah tegas dan tidak ragu menurunkan harga BBM sebesar Rp 1.500 jelaslah nilai dengan margin yang besar itu akan mempengaruhi harga umum. Dengan selisih penurunan yang besar yang ditempuh lewat kebijakan yang tidak dicicil-cicil dapat mempengaruhi kondisi pasar domestik,terlebih jika penurunan hal ini langsung disikapi dengan koordinasi yang baik dengan dinas perhubungan ( tariff transportasi ) kemudian Menteri Perdagangan ( Instruksi Operasi Pasar guna merasionalkan harga barang umum ),dll.,pastinya akan membuat kebijakan ini berjalan efektif dan dirasakan dampaknya langsung ke masyarakat miskin.




Sekali lagi kebijakan pemerintah gagal dan sekali lagi rakyat miskin dirugikan. Dan SEKALI LAGI JADIKAN PENGALAMAN INI REFLEKSI UNTUK PEMILU NANTI .

A R P AT Library....